Masalah Keluarga Jadi Alasan Anna Sophana Mundur Jadi Bupati Indramayu

Keputusan mundurnya Anna Sophana dari jabatan sebagai Bupati Indramayu sempat menuai pro dan kontra terkait alasannya mundur dikarenakan masalah keluarga. Alasan masalah keluarga membuat banyak pihak bertanya-tanya apakah benar alasan itu menjadi dasar Bupati Indramayu mundur atau ada alasan lain.

Masalah keluarga yang disebut Anna Sophana istri Mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syaifudin atau yang biasa disapa Yance dikarenakan sang suami dan ayahnya sedang sakit ingin fokus mengurusnya. Bahkan menurut Anna hal yang membuat dirinya sempat terpukul lantaran karena kesibukanya sebagai Bupati Indramayu periode pertama sampai tidak bisa berada di sisi sang bunda ketika sang bunda meninggal dunia.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai alasan Anna Sophana mundur baru pertama kali terjadi di Indonesia. Sebelumnya lumrahnya alasan mundur dikarenakan tersandung kasus hukum, sakit atau meninggal dunia.

“Kalau mundurnya karena berhalangan tetap, mungkin sakit atau mungkin ada kasus-kasus lain; tapi ini kan tidak. Ini masalah keluarga, setiap orang kan juga punya masalah keluarga,” kata Tjahjo di .usai menghadiri Rapat Koordinasi Nasional dan Evaluasi Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa TA 2018 di Hotel Sultan Jakarta, Rabu (14/11/2018) dilansir dari kompas.com.

Namun menanggapi permasalahan mundurnya Anna Sophana Tjahjo Kumolo tidak mempermasalahkan hal itu. Semua keputusan tidak melanggar hukum dan semua itu adalah hak asasi yang memang sepenuhnya milik Anna Sophana.

Tjahji Kumolo juga mewanti-wanti kasus mundurnya Bupati Indramayu Anna Sophana tak menjadi preseden buruk bagi kepala daerah lainnya.

Diketahui sendiri menjadi kepala daerah bukanlah hal yang mudah. Pemilihan melalui proses yang panjang dan terpenting melibatkan peran masyarakat secara langsung.

Selain itu maju sebagai kontestan kepala daerah diketahui tidaklah mudah, biaya politik, waktu, proses kampanye dan pemilihan harusnya dipahami betul oleh kepala daerah.

Contohnya terkait pemilihan kepala daerah menurut Ketua Dewan Pengurus The Habibie Center, Sofian Effendi yang dilansir dari tribunnews.com menyebutkan bahwa mahalnya biaya kampanye untuk pemilihan kepala daerah Bupati Klaten.

“‎Biaya untuk jadi pejabat itu mahal, biaya mahar, biaya kampanye, biaya saksi. Bupati Klaten mengeluarkan Rp 56 miliar untuk jadi bupati, kalau mengeluarkan Rp 56 miliar, harus lebih dari 100 tahun baru costnya kembali,” ujar Sofian Effendi di Jakarta, Rabu (14/11/2018) dilansir dari tribunnews.com.