Sidang Pleno DPR Batal, Revisi UU Pemilihan Kepala Daerah Terhambat

Sidang pleno Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang seharusnya mengesahkan revisi Undang-Undang atau UU Pemilihan Kepala Daerah terpaksa dibatalkan pada Kamis pagi karena kurangnya jumlah anggota yang hadir. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa rapat lanjutan akan segera dijadwalkan setelah rapat Badan Legislasi DPR.

Sidang ini seharusnya menjadi momen penting untuk meratifikasi revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, namun dengan kehadiran hanya 176 anggota, yang terdiri dari 89 hadir secara fisik dan 87 secara daring, sidang ini tidak memenuhi syarat kuorum.

Sebagai aturan, kuorum ditetapkan harus mencapai 50 persen plus satu dari total 575 anggota DPR, berarti sidang memerlukan setidaknya 288 anggota hadir.

Ketiadaan beberapa fraksi partai turut menjadi alasan utama tidak tercapainya kuorum, sehingga sidang yang diperkirakan akan menghasilkan keputusan penting UU Pemilihan Kepala Daerah tersebut harus dibatalkan. Dengan tegas, Sufmi Dasco Ahmad menghentikan sidang dan menjadwalkan ulang rapat pleno yang akan datang.

Penundaan ini terjadi hanya sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah harus didasarkan pada perolehan suara dalam pemilihan daerah, bukan pada jumlah kursi di parlemen daerah.

Keputusan MK ini membatalkan ketentuan Pasal 40 ayat (1) UU Pemilihan Kepala Daerah yang mensyaratkan partai politik untuk mendapatkan 25 persen dari total suara atau 20 persen dari kursi di parlemen daerah untuk dapat mencalonkan kepala daerah.

Namun, Badan Legislasi DPR dan pemerintah dengan cepat menyetujui revisi UU Pemilihan Kepala Daerah untuk merespons putusan MK tersebut. Dalam revisi ini, disebutkan bahwa ambang batas suara hanya berlaku bagi partai yang tidak berhasil masuk ke parlemen daerah, sementara partai yang telah menduduki kursi di parlemen tetap dikenakan ambang batas berdasarkan jumlah kursi.

Selain itu, revisi tersebut juga mengubah ketentuan mengenai batas umur calon kepala daerah, yang kini dihitung sejak hari pelantikan, bukan dari hari pendaftaran. DPR menjelaskan bahwa perubahan ini selaras dengan putusan Mahkamah Agung sebelumnya.

Dengan penundaan sidang pleno ini, revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah akan menunggu hingga DPR dapat mencapai kuorum dalam sidang yang dijadwalkan ulang. Keputusan ini akan menjadi langkah penting dalam proses demokrasi di Indonesia, terutama menjelang pemilihan kepala daerah yang akan datang.

Demikian informasi seputar revisi UU Pemilihan Kepala Daerah. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Kepaladaerah.Org.

Tags: Bisnis, Dewan Perwakilan Rakyat, DPR, Ekonomi, kepala daerah, Keuangan, Pemilihan Kepala Daerah, Undang-undang, UU Pemilihan Kepala Daerah