Badan Pangan Nasional (Bapanas) baru-baru ini mengumumkan bahwa 12 provinsi di Indonesia menghadapi risiko krisis pangan. Berdasarkan pemetaan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) nasional pada bulan Juli 2023, provinsi-provinsi ini masuk dalam kategori waspada kerawanan pangan. Namun, hingga saat ini belum ada provinsi yang mencapai kategori rentan, yang merupakan tingkat kerawanan pangan yang paling tinggi. Indeks SKPG dianalisis melalui tiga aspek penting: ketersediaan, akses, dan pemanfaatan pangan.
Deputi bidang Kerawanan Pangan dan Gizi dari Badan Pangan Nasional, Nyoto Suwignyo mengungkapkan bahwa ada 22 provinsi yang berada dalam kategori aman, mencakup 64,71% dari wilayah Indonesia. Sementara itu, 12 provinsi berada dalam kategori waspada, mencapai 35,29% dari total wilayah Indonesia.
“Menurut laporan bulan Juli 2023, tidak ada daerah yang tergolong rentan berdasarkan indeks komposit. Namun, ada 12 provinsi atau 35,29% yang berada dalam kategori waspada,” ungkap Nyoto dalam rapat pengendalian inflasi yang disiarkan melalui YouTube Kemendagri, seperti dilaporkan oleh detikcom pada Rabu (23/8/2023).
Adapun 12 provinsi yang tergolong dalam kategori waspada kerawanan pangan adalah Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Papua, dan Papua Barat.
Dalam situasi ini, Bapanas mendorong pemerintah daerah untuk memperkuat cadangan pangan di wilayah masing-masing. Faktanya, banyak provinsi yang saat ini memiliki Cadangan Beras Pemerintah Provinsi (CBPP) yang rendah, bahkan nol. Contohnya, DKI Jakarta, Bali, Gorontalo, dan Maluku Utara. Bahkan beberapa wilayah lainnya memiliki CBPP di bawah 10 ton, seperti Papua (3,44 ton), Nusa Tenggara Barat (5,2 ton), dan Papua Barat (8,5 ton).
“Badan Pangan mendorong semua pemerintah daerah untuk memperkuat cadangan pangan pemerintah dan meningkatkan cadangan pangan masyarakat sebagai antisipasi terhadap kemungkinan kekurangan pangan dan fluktuasi harga pangan,” imbau Nyoto.
Sementara itu, beberapa wilayah yang memiliki CBPP paling banyak adalah Jawa Barat (1.406,36 ton), Kalimantan Selatan (562,12 ton), Kalimantan Barat (416,36 ton), Aceh (413,81 ton), dan Nusa Tenggara Timur (330,84 ton). Nyoto juga menekankan bahwa BUMN sektor pangan, sebagai perpanjangan tangan pemerintah, saat ini hanya memiliki stok pangan yang relatif terbatas dibandingkan dengan kebutuhan bulanan nasional.
“Hal ini berarti bahwa intervensi untuk menjaga pasokan dan stabilisasi harga hulu-hilir tidak dapat dilakukan secara optimal,” kata Nyoto. Pemerintah memiliki cadangan untuk gula pasir sebanyak 55%, beras 51%, daging kerbau 31%, minyak goreng 5%, daging sapi 3%, dan jenis pangan lainnya sekitar 0%.
Dengan situasi yang semakin kompleks terkait kerawanan pangan di beberapa provinsi, langkah-langkah proaktif dan kolaboratif diharapkan untuk memastikan ketersediaan dan akses pangan yang memadai bagi masyarakat. Bagaimana tanggapan Anda soal 12 provinsi yang diprediksi bakal sangat rentan terhadap krisis pangan?