Buruh kecewa berat dengan keputusan MK yang menolak gugatan UU Cipta Kerja. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan terhadap Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi UU Nomor 6 Tahun 2023 mendapat respon negatif dari serikat buruh. Mereka merasa bahwa keputusan MK ini melukai rasa keadilan bagi buruh. Andi Gani Nena Wea, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Presiden ASEAN Trade Union Council (ATUC), mengungkapkan kekecewaannya atas keputusan tersebut. Pihaknya awalnya memiliki keyakinan bahwa MK akan menerima gugatan dari konfederasi buruh, namun kenyataannya tidak sesuai harapan.
“Saya yang memimpin langsung ribuan massa buruh di Patung Kuda meminta massa tidak melakukan tindakan-tindakan melanggar hukum walaupun putusan MK sangat menyakiti buruh,” ujar Andi Gani dalam pernyataan resmi yang dikeluarkan pada Senin, 2 Oktober 2023.
Andi Gani menegaskan bahwa mereka akan segera melakukan konsolidasi untuk menyiapkan gugatan materiil terhadap UU Cipta Kerja. Keputusan MK ini dinilai tidak bulat karena terdapat perbedaan pendapat dari 4 hakim MK.
Mengenai ancaman akan melumpuhkan kawasan industri, Andi Gani menyatakan bahwa mereka akan mencari cara agar putusan ini dapat direspons dengan baik oleh buruh. Keputusan untuk melumpuhkan kawasan industri masih akan menjadi topik diskusi lebih lanjut.
Sebelumnya, MK memutuskan bahwa UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang sah berkekuatan hukum. Meskipun UU Cipta Kerja digugat oleh lima pihak karena dianggap cacat formil, MK menolak gugatan tersebut dan mengukuhkan sahnya UU tersebut. “Amar putusan mengadili menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman. Namun, perlu dicatat bahwa dalam proses pengambilan keputusan UU Cipta Kerja ini, terdapat perbedaan pendapat atau dissenting opinion dari empat Hakim MK, yaitu Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Suhartono.