Kapan Putusan Mahkamah Agung Berkekuatan Hukum Tetap, Begini Kriterianya

Putusan Mahkamah Agung (MA) merupakan puncak dari proses peradilan suatu perkara. Putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap adalah hasil akhir persidangan yang diterima oleh kedua belah pihak dan tidak ada pengajuan kasasi.

Dalam konteks hukum Indonesia, penting untuk memahami kapan putusan MA berkekuatan hukum tetap. Artikel ini akan menjelaskan konsep putusan berkekuatan hukum tetap, serta membahas putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap pada perkara pidana dan perdata.

Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap pada Perkara Pidana

Pasal 2 ayat (1) UU 5/2010 memuat ketentuan putusan pengadilan berkekuata hukum tetap dalam perkara pidana. Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap mempunyai tiga arti. Pertama, putusan ini adalah putusan pengadilan tingkat pertama atau Pengadilan Negeri (PN) yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang ditentukan KUHAP.

Kedua, putusan ini adalah putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh KUHAP. Ketiga, putusan ini adalah putusan kasasi atau keputusan akhir yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung.

Berdasarkan penjelasan dalam KUHAP, berikut ini sejumlah kriterian untuk mengetahui putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.

  1. Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding setelah waktu 7 hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir, kecuali untuk putusan bebas (vrijspraak), putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van rechts vervolging), dan putusan pemeriksaan acara cepat karena putusan-putusan tersebut tidak dapat diajukan banding.[1]
  2. Putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu 14 belas hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa.[2]
  3. Putusan kasasi.

Lantas gimana kalau putusan berkekuatan hukum tetap ini diajukan peninjauan kembali (PK)? Mengenai hal tersebut, menurut M. Yahya Harahap dalam “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali”, PK tidak bisa dilakukan dalam putusan yang belum berkekuatan hukum tetap.

Putusan yang belum inkracht atau belum tetap hanya bisa ditempuh melalui proses banding atau kasasi. Upaya PK baru terbuka setelah banding atau kasasi sudah tertutup, serta PK tidak boleh melangkahi keduanya (hal. 615).

Jadi putusan yang dapat diajukan PK haruslah putusan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap. Permohonan PK dilakukan ketika putusan sudah tidak bisa lagi dilakukan banding atau kasasi. Bahkan permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan yang berkekuatan hukum tetap, tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut.[3]

Putusan Pengadilan Berkekuatan Hukum Tetap pada Perkara Perdata

Penjelasan dalam Pasal 195 HIR bisa dijadikan rujukan untuk memahami putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dalam perkara perdata. Berikut ini bunyi pasalnya:

Dalam perkara perdata oleh karena pihak yang menang telah memperoleh keputusan hakim yang menghukum pihak lawannya maka ia berhak dengan alat-alat yang diperbolehkan oleh undang-undang untuk memaksa pihak lawan guna mematuhi keputusan hakim itu. Hak ini memang sudah selayaknya, sebab kalau tidak ada kemungkinan untuk memaksa orang yang dihukum maka peradilan akan tidak ada gunanya.

Dalam hal ini tidak ada jalan lain bagi pihak yang menang dari pada menggunakan haknya itu dengan perantaraan hakim untuk melaksanakan putusan tersebut, akan tetapi putusan itu harus benar-benar telah dapat dijalankan, telah memperoleh kekuatan pasti, artinya semua jalan hukum untuk melawan keputusan itu sudah dipergunakan, atau tidak dipergunakan karena lewat waktunya, kecuali kalau putusan itu dinyatakan dapat dijalankan dengan segera, walaupun ada perlawanan, banding atau kasasi.

Berikut ini tenggang waktu yang harus diperhatikan dalam pengajuan banding atau kasasi pada perkara perdata:

  1. Untuk mengajukan banding, permohonan diajukan dalam waktu 14 hari sejak diucapkan putusan pengadilan negeri atau sejak putusan diberitahukan kepada yang bersangkutan jika ia tidak hadir ketika putusan diucapkan;[7]
  2. Untuk mengajukan kasasi, permohonan disampaikan dalam tenggang waktu 14 hari sesudah putusan atau penetapan pengadilan diberitahukan kepada pemohon.[8]

Mengacu dari penjelasan tersebut, putusan pengadilan dinyatakan berkekuatan hukum tetap ketika putusan tidak diajukan banding atau kasasi setelah 14 hari sejak putusan disampaikan atau diberitahukan kepada pemohon.

Demikianlah informasi mengenai kapan putusan Mahkamah Agung berkekuatan hukum tetap. Pasal-pasal dan penjelasan di atas bisa Anda jadikan acuan untuk memahami bab tersebut.

Baca juga:

  • Limanjaya Dihormati Masyarakat Dayak, Penghargaan Ini Jadi Buktinya
  • Semangat Tri Rismaharini Bekerja Dari Atas Kursi Roda
Tags: MA, Mahkamah Agung, Putusan Mahkamah Agung