
Revisi UU ASN (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara) kini tengah menjadi perdebatan hangat di DPR RI. RUU yang masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025 berpotensi membawa perubahan besar dalam birokrasi Indonesia, khususnya dalam hal kewenangan Presiden dalam mengangkat dan memindahkan pejabat ASN di tingkat daerah.
Salah satu poin penting yang menjadi sorotan adalah penguatan kewenangan Presiden untuk langsung menentukan pejabat eselon II ke atas, seperti Kepala Dinas, Sekretaris Daerah (Sekda), dan jabatan strategis lainnya.
Bagi para kepala daerah, revisi UU ASN ini bisa menjadi keuntungan besar. Pasalnya, dengan kewenangan yang lebih besar dari pusat, Presiden memiliki kontrol langsung terhadap pengangkatan pejabat-pejabat daerah.
Hal itu memberikan kesempatan bagi kepala daerah untuk memindahkan atau mengangkat pejabat yang lebih sesuai dengan visi dan kebijakan mereka, tanpa terikat oleh proses birokrasi yang panjang. Selain itu, bagi ASN daerah yang berprestasi, wacana ini memberikan peluang untuk berkarier hingga ke level nasional.
Namun, meskipun ada harapan bagi beberapa kalangan, revisi ini juga membawa kekhawatiran, terutama mengenai netralitas ASN. Guru Besar UGM, Agus Pramusinto, mengingatkan bahwa masalah utama ASN bukanlah siapa yang mengangkat, tetapi siapa yang berperan di balik keputusan tersebut.
Tanpa pengawasan yang ketat, ASN bisa terjebak dalam politik praktis yang mengancam profesionalisme mereka. Kehadiran Komisi ASN (KASN) yang sebelumnya mengawasi kebijakan birokrasi kini dirasa hilang, sehingga menambah kekhawatiran bahwa ASN akan terjebak dalam konflik politik menjelang pemilu atau pilkada.
Oleh karena itu, banyak pihak yang menunggu apakah revisi ini akan benar-benar berpihak pada profesionalisme ASN, atau justru membuka celah untuk intervensi politik yang lebih besar.
Demikian informasi seputar hubungan revisi UU ASN dengan para kepala daerah. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Kepaladaerah.Org.